Villa Berhantu

     Sore itu, Kamis 2 Oktober 2014 aku dan ketiga sahabatku Fitri, Rahma, dan Listya tiba di villa mawar yang terletak di kaeasan Cisarua, Bogor. Villa yang berdiri di antara hijaunya hamparan bukit dan lebatnya pepohonan itu kami sewa dengan harga yang cukup murah hanya satu juta per malamnya. Villa itu terlihat megah dan terawat dari luarnya entah bagaimana keadaan yang ada di dalam villa tersebut.

     'Kreek', bunyi pintu villa yang dibuka oleh Listya. Dilihat dari bunyi pintu tadi aku berpikir bahwa villa ini mungkin sudah tua dan benar saja begitu villa dibuka tampak langit-langit villa yang sudah berlubang, dinding yang amat kusam, dan lantai yang begitu kotor. Dalam hati aku menyesal, kenapa Listya memilih menyewa villa ini. Bukankah masih ada villa-villa yang lain yang lebih baik, terawat luar dalam, dan ada penjaganya.

     "Kenapa sih, harus sewa villa ini Lis, kotor bangat tau gak sih, gak ada yang lain apa ?" protesku pada Listya.
     "Udah deh kamu nggak usah protes gitu, lagian kita masih bisa bersihin ini kok." jawab Listya tegas.
     "Iya sih,tapi bukan cuma kotor aja, lihat tuh plafonnya aja udah bolong-bolong gitu, kita mana betah tinggal disini ?" ucap Fitri.
     "Fitri, kita disini cuma tiga hari aja, bukan selamanya jadi kamu nggak usah kuatir gak betah tinggal disini bahkan bisa sampai ketagihan." terang Listya panjang lebar.
     "Oke, sekarang siang ini kita bersihin ini villa. Supaya cepet kelar,kita bagi tugas. Aku sama Ika bersihin ruang depan. Kamu Fit sama Rahma bersihin dapur sama ruang belakang itu." sambung Listya kembali.
     "Oke siapa takut, ayo Fit kita ke belakang sekarang!" kata Rahma yang sedari tadi diam.

     Siang itu jadwal pertama kita berempat adalah bersih-bersih. Niatnya sih sampai di villa kita bisa istirahat, eh taunya malah jadi begini.
     "Udah beres semua kan, toss tulu dong." kata Listya sambil mengarahkan tangannya ke kami bertiga setelah acara bersih-bersih villa selesai.
     "Yee, waktunya istirahat" seruku bergembira setelah ber high-five ria dengan ketiga sahabatku yang paling baik ini.
     "Nonton film yuk, kayaknya ada DVD tuh." kata Fitri sambil menunjuk sebuah benda di almari televisi.
     "Oke, siapa takut film After School Horror kan,aku mah udah berkali-kali lihat itu film,nggak serem cyn" kataku menjawab ajakan Fitri. Aku memang orang yang suka nonton film horor. Bahkan di rumah banyak sekali CD film horor koleksiku.
     "Yee, songong loe emang cuma kamu aja yang suka nonton gituan.Aku jaga kalik bahkan semua film horor Indonesia sudah aku tonton." umpat Rahma.
     "Halah, bisanya cuma omdo kamu,buktiin dong !" tantangku.
     "Co..." tiba tiba 'bruakkk' suara seperti benda terjatuh memotong perdebatanku dengan Rahma.
     "Suara apaan tuh ?" kata Fitri penasaran.
     "Kayaknya dari arah dapur deh" jawabku.
     "Coba Ka, kamu liat itu apaan !" perintah Listya kepadaku.
     "Jangan cuma aku dong, aku mana berani sendirian." jawabku.
     "Gimana sih, katanya master horor, cuma suara kayak gitu aja takut, sini biar aku aja yang nyamperin" ejek Rahma padaku sembari bangkit berdiri.

     Beberapa menit kemudian, Rahma kembali ke ruang depan, ia berjalan dengan santainya.
     "Ada apa Rah, apa ada yang jatuh ?" tanya Fitri penasaran.
     "Nggak ada apa-apa tuh " jawabnya
     "Lhah, terus yabg tadi itu apa dong ?" kembali Fitri bertanya-tanya.
     "Udah deh, itu palingan cuma bunyi seng yang dibelakang villa itu." ujar Listya menenangkan.

     Menjelang magrib, hujan turun dengan deras di kota Bogor yang memang terkenal dengan sebutan kota hujan ini. Bahkan disertai dengan angin kencang dan petir yang menggelegar membuat suasana menjadi semakin mencekam.
     "Guys,ke ruang belakang yuk, disana ada piano lho. Aku sama Rahma udah bersihin tadi, daripada nganggur mending kita mainin." ajak Fitri ke kami bertiga.
     "Asyik juga tuh, oke tapi kamu yang mainin ya." kataku.
     "Boleh, ke sana sekarang yuk"

     Setibanya di ruang belakang,
     "Oh jadi ini pianonya, bagus juga" kataku sambil mengelus piano bermerek Steinway warna cokelat mengkilap ini.
     "Jadi sekarang kita mau mainin lagu apa nih ?" tanya Fitri setelah ia duduk di kursi piano.
     "Ha, lagu it will rain-nya Bruno Mars aja cocok tuh." seruku menemukan ide.
     "Jangan dong itu kan lagu menghina agama" kata Listya.
     "Yahh, coba aja dulu barangkali cocok ama suasana hujan kayak gini liriknya kan bisa diganti." kataku memohon.
     "Ya udah deh, coba duku ya" kata Fitri sembari jarinya bersiap-siap menekan tuts-tuts piano.
     "Auww !" jerit Fitri, ia mengibaskan jari-jari tangannya
     "Kenapa Fit ?" tanya Listya.
     "Gak tau nih, kayak kesetrum gitu tangan aku, coba deh kamu tekan tuts-tuts pianonya !" kata Fitri memerintahkan Listya.
     "Nggak kenapa napa tuh, coba liat biasa aja kan" ujar Listya dengan tangannya masih menekan tuts-tuts piano.
     "Udah deh, kita ke depan aja yuk, takut nih aku disini kayak ada yang merhatiin kita" ajak Fitri
     "Aduh gimana sih Fit, tadi kamu yang ngajak kita ke sini sekarang malah ngajak balik" gerutuku pada Fitri.
     "Ya sorry deh, ke depan sekarang yuk!"
     "Iya iya, itu pianonya kamu tutup dulu deh" perintahku,Fitri kembali menghampiri piano tersebut untuk menutupnya.
     "Kita tinggalin Fitri yuk 1...2...3 lari !" bisik Listya.
     "Haaahh ! Kalian nyebelin banget sih" jerit Fitri, ia pun menyusul lari ke ruang depan.
     "Ha..ha..ha" kami bertiga tertawa melihat ekspresi muka Fitri yang ketakutan.
Merasa ditertawakan, wajahnya berubah jadi merah dan cemberut.
     "Aduhh, maafin kita ya nona Fitri yang manis" ucapku sembari memohon.
     "Iya deh, takut beneran tau" jawab Fitri dengan memonyongkan bibirnya.

     "Eits, jadi lupa kita belum buat makanan buat makan malam tau" kata Listya mengejutkan.
     "Oh iya ya" sahut Rahma dengan posisi tangan memegang dahinya.
     "Gampang, kita kan bawa mi instan banyak tuh.Dimasak aja sekarang, aku kayaknya bawa sosis deh lumayan kan buat pelengkap" usulku.
     "Minumnya ?" Listya balik bertanya.
     "Aku bawa white coffe, air panasnya tinggal rebus aja kan" Rahma juga usul.

     Malam itu kami berempat makan malam dengan semangkok mi rebus dan white coffe. Selesai makan kami segera masuk ke kamar, karena kamarnya hanya ada dua maka tiap kamar berisi dua orang, aku dengan Listya sementara Fitri dengan Rahma.

     Sesampainya di kamar, aku pun merebahkan diri ke kamar yang sudah tersedia sementara Listya duduk di kursu depan meja ruas.
     "Eh Lis" ucapku.
     "Heh ?" jawab Listya singkat.
     "Kamu ngerasa nggak sih kalau disini tuh serem banget" kataku.
     "Masa sih, perasaan kamu aja kali"
     "Enggak Lis, kita udah dua kali ngalamin kejadian aneh, pertama waktu tadi siang ada bunyi benda jatuh tapi gak ada apa-apa dan yang kedua pas di ruang belakang masa tiba-tiba Fitri kesetrum"
     "Ika, cuma kejadian itu kamu pikirin ? Gini ya suara benda terjatuh tadi siang itu paling cuma kucing jatuh dari seng di belakang itu, terus yang di ruang piano itu karena pianonya lama nggak dipake jadinya nyetrum" terang Listya sambil membalikkan badannya menjadi membelakangi kaca.
     "Udah deh, nggak usah dipikirin mendingan kita tidur yuk" ajak Listya.

     Teng...teng...teng, di antara lelapnya tidurku tiba-tiba terdengar suara dentang jam berbunyi dua belas kali menandakan bahwa saat ini sudah masuk tengah malam. Eh, tapi aneh perasaan tadi siang tidak pernah melihat jam dinding.Karena penasaran maka aku menbesarkan nyakiku untuk mencari tahu. Sejenak kulihat Listya yang sedang tidur pulas.
     "Dimana ya jamnya ?" batinku setelah berputar-putar di ruang depan dan takku temui benda yang kucari.
Tiba-tiba terdengar rintihan suara memilukan 'tolong...tolong...tolong"
     "Apaan tuh?" aku bertanya pada diriku sendiri sambil berlari kecil ke ruang belakang arah suara misterius itu.
'Tolong...tolong...tolong' suara itu masih berbunyi 
     "Ha...mungkin di gudang itu" pikirku dan benar saja semakinku mendekat dengan gudang semakin jelas pula suaranya. Kulangkahkan kakiku pelan-pelan mendekati arah pintu. Kini tinggal memutar gagang pintu,gudangpun terbuka namun kuurungkan niatku. Sepertinya ada yang memegang pundakku dari belakang.
     "Hiih" batinku,bulu kudukku berdiri, tangan dan kakiku terasa dingin,mulutku serasa terkunci. Aku benar-benar ketakutan jangan-jangan ada hantu yang menepuk pundakku. Dan, kuberanikan diri menoleh ke belakang seketika aku menjerit.
     "Listyaaa !!"
     "Heh, kamu ngapain sih disini ?" ucap Listya tanpa merasa bersalah sedikitpun.
     "Kamu nggak merasa bersalah apa? ngagetin tau !" bentakku pada Listya.
     "Iya maaf deh, emang kamu ngapain disini ?" tanyanya.
     "Aku tadi denger kayak jam berdentang gitu trus aku cari gak ada, pas mau balik ke kamar aku denger orang minta tolong arahnya dari sini nih." kataku sambil menunjuk gudang.
     "Sumpah Lis, aku nggak bohong." sambungku.
     "Alah Ka palingan cuma halusinasi kamu aja, udah deh tidur lagi sono !" kata Listya sambil berlalu meninggalkanku.
     "Eh Lis kamu mau kemana?" tanyaku.
     "Mau ke dapur ambil minum, haus nih." jawabnya sambil mengelus tenggorokannya.
     "Ya udah, aku balik ke kamar lagi ya ati-ati banyak hantu di dapur !" seruku sambil berlari menuju kamar.

     Sesampainya di kamar, kurebahkan kembali tubuhku sambil menunggu Listya balik dari dapur. 1 menit...5 menit...15 menitpun berlalu.
     "Lhoh, Listya mana sih kok nggak balik-balik." pikirku.
     "Susulin ah" aku bangkit berdiri dari tempat tidur. Namun belum sampai kulangkahkan kakiku, Listya sudah muncul dengan muka pucat.
     "Kamu kenapa Lis ?" tanyaku.
Tetapi pertanyaanku tak diindahkannya, Listya hanya terdiam mematung di samping meja rias.
      "Woyy, Lis kamu kenapa ?" bentakku, karena meras kesal akibat dicuekin Listya.
Namun, tetap saja Listya tak mau membuka mulutnya.
     'Udah deh, biarin aja si Listya mungkin dia udah ditakutin hantu dibilangin gak percaya sih, hahaha makanya mukanya pucat masih trauma kali dia.' pikirku sambil menutup mukaku dengan selimut tebal bermotif bunga warna pink ini.

     Kukuruyuk...ayam berkokok menandakan hari sudah pagi, kicauan burung membuat suasana menjadi semarak.
     "Hooamhh" aku menguap sambil meregangkan persendianku.
     "Hah Listya !" pekikku, mendapati Listya sudah tidak ada lagi di tempatnya.
Dengan segera aku keluar dari kamar untuk mandi, kurang dari lima belas menit acara mandiku selesai. Segera saja kucari Listya di dapur, di belakang rumah,di ruang piano tetapi hasilnya nihil tak kutemui sahabatku yang paling tegas itu.
     "Listya...Listya...kamu dimana ?!" teriakku berulang-ulang sampai-sampai Rahma dan Fitri terbangun dari tidur lelapnya.
     "Woyy...Ika, pagi-pagi udah teriak-tetiak, berisik tau !" Fitri memarahiku.
     "Heh, kalian berdua jam segini baru bangun, gak tahu apa kalau Listya ilang !" jawabku kesal.
     "Apa? Listya ilang ?" teriak Rahma dan Fitri bersamaan.
     "Iya, udah deh kalian cepetan mandi, tetus kita cari Listya sama-sama !" kataku.

     "Aduh Listya kemana ya ?? bikin kita bingung aja" ucap Rahma ketika sudah di tetas villa.
     "Iya, nih si Listya pake ngilang segala gak asyik ah." Fitri menanggapi Rahma.
     "Eh, gimana kalau kita cari Listya di hutan itu barangkali dia lagi jalan-jalan kesana" ajakku sambil menunjuk hutan lebat yang ada di samping villa.
    "Hah ke hutan itu ? Nggak ah serem, itu hutan gelap banget." sanggah Rahma.
    "Huh, dasar penakut ikut nggak ? kalau nggak kamu tunggu aja sendirian disini." ejek Fitri.
     "Huh, iya deh tapi kalau kita yang gantian ngilang kamu Ka yang tanggung jawab." ucap Rahma.
     "Iya,iya kamu tenang aja deh" jawabku meyakinkan.

      "Ayo, cepetan keburu siang nih!" perintahku.
Pagi itu kami bertiga menyusuri hutan lebat untuk mencari Listya. Sambil sesekali Rahma mengeluh karena digigit nyamuk lah, takut lintah lah, takut hewan buas lah dan lain-lain. Sedangkan Fitri asyik sendiri memutar mp3 dari handphone nya dengan headphone terpasang di kedua telinga nya. Hampir satu setengah jam kami mencari Listya namun Listya belum juga diketemukan.
     "Udah deh Ka, balik ke villa aja yuk takut nih" bujuk Rahma padaku.
     "Iya Ka, udah laper nih, kamu nggak kasihan kalau aku nanti sakit perut" rengek Fitri pula sambil melepas headphone dari kedua telinganya.
     "Bentaran dong, eh coba liat itu! Jangan-jangan itu Listya" kataku sambil menunjuk sesosok wanita yang berada di bawah pohon mahoni.
     "Eh iya deh kayaknya itu Listya" kata Fitri membenarkan.
     "Samperin yuk !" ajakku.

     Dengan pelan-pelan kami bertiga melangkahkan kaki menuju orang yang kami duga adalah Listya. Namun aneh, tidak biasanya Listya pakai gaun pink seperti itu, pakai topi pula. Aku kurang yakin jika itu Listya. Tapi tak apalah coba aja dulu barangkali Listya ganti style.
Setelah tinggal satu langkah lagi, kutepukkan tangan kananku ke pundak wanita itu, tapi "Huuaaaa !" tetiak kami bertiga bersama-sama. Bukan Listya yang kami dapat namun wanita itu adalah hantu. Dengan muka pucat pasi, mata menghitam, bibir yang membiru hantu yang menurutku noni Belanda itu menoleh ke arah kami kami. Tanpa diberi aba-aba kami bertiga berlari sekencang-kencangnya menuju ke villa kembali.

     Sesampainya di villa dengan nafas terengah-engah kami bertambah terkejut melihat Listya sedang duduk manis di kursi teras sambil membaca buku.
     "Lah, lha itu Listya" ucap Fitri menunjuk Listya.
     "Kamu kemana sih Lis ?, kita nyariin kamu tau, eh kamunya malah santai-santai disini, ih nyebelin" Rahma mendekati Listya.
     "Aku tidak kemana-mana" jawab Listya sambil menatap Rahma dalam-dalam. Aneh, gaya bicara Listya tidak seperti biasanya. Terkesan kaku dan seperti dengan logat Belanda.
     "Listya kenapa tuh?, kerasukan noni Belanda ?" bisik Fitri padaku.
     "Huh ngaco luh, tinggalin aja yuk laper nih mau sarapan nggak kamu ?" bisikku kembali pada Fitri dan segera masuk ke villa.

     "Auuw !" teriakku sambil melemparkan gelas berisi air putih yang tiba-tiba saja warnanya menjadi semerah darah. Sontak saja teriakanku membuat Fitri dan Rahma menghampiriku.
     "Kenapa Ka ?" tanya Fitri.
     "Itu" jawabku sembari menunjuk gelas yang tadi kulempar.
     "Kenapa ? Ada apa dengan gelasnya Ka ?" tanya Rahma mengetahui gelasnya dalam keadaan biasa. Air yang tumpah pun berwarna bening seperti awalnya tak seperti yang kulihat sebelumnya.
Tak ingin membuat mereka pemasaran , aku menceritakan kejadiannya dari awal. Mereka pun berusaha menenangkanku.

     Sore itu, kami bertiga berkumpul di ruangan depan sedangkan Listya entah ada di mana. Bukannya kami tak peduli dengan Listya, tapi setiap kami dekati dan ditanya dia hanya menggelengkan kepalanya, mengangguk, menjawab aneh, bahkan diam.
     "Kalian tahu nggak, aku ngerasain hal-hal mistis di villa ini, tadi malem aja aku denger bunyi dentang jam sama rintihan minta tolong lalu aku cari nggak ada, terus pas kita di hutan tadi pagi, belum lagi waktu di dapur tadi." ucapku memberitahu.
     "Aku juga, bahkan aku masih trauma banget waktu kemarin kesetrum piano, terus malamnya aku liat dengan mata kepala aku sendiri Ka ada orang masuk kamar yang kamu tempati waktu aku lewat mau ke WC sekitar jam satu-an, lalu aku juga sempet liat foto di ruang belakang tapi siang tadi aku cek lagi fotonya nggak ada." cerita Fitri.
     "Emang fotonya kayak apa Fit?" tanyaku.
     "Foto.mirip Jenderal Belanda pakaiannya militer dengan topi serdadunya" jawabnya.
     "Bukan cuma kalian aja yang ditakutin, aku juga waktu malam sekitar jam sebelas-an lah niatnya sih mau ke kamar kamu Ka buat minta lotion anti nyamuk tapi belum kesampaian aku lihat sosok wanita yang mirip dengan waktu di hutan tadi mondar-mandir di ruangan ini. Sontak saja aku nggak jadi." jelas Rahma.

     "Kalian ingin tahu, apa yang menyebabkan kalian ditakuti hantu di villa ini ?" ucap Listya secara tiba-tiba entah darimana munculnya.
    "Ikut aku !" ajaknya menuju ruang belakang tepatnya di depan gudang.
    "Dahulunya villa ini adalah milik orang Belanda. Orang Belanda itu ikut berperang melawan pejuang Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu, pada masa pendudukan Jepang, orang Belanda yang tinggal disini dibantai habis-habisan oleh tentara Jepang, mereka dibantai dengan sadis. Yang ada di foto itu (menunjuk foto yang tiba-tiba muncul di ruang belakang) dibunuh dengan cara dijerat lehernya dengan kawat lalu digantung disana (menunjuk kerangka atap villa). Lalu istrinya diikat dengan rantai dan dikurung di gudang ini sedangkan anaknya dibawa ke hutan dan dibunuh secara sadis disana" terang Listya panjang lebar.
     "Lalu kamu siapa ?" tanyaku pada Listya yang aku yakin sedang terasuki oleh salah satu arwah penunggu villa ini.
     "Saya adalah pelayan di villa ini, saya juga berasal dari Belanda. Saat pembantaian itu saya berhasil melarikan diri, namun saat saya hendak menuju perkampungan penduduk, seorang tentara memergoki saya dan menembak saya saat itu juga."
     "Maka dari itu, saya masuk ke tubuh teman kalian hanya untuk mengingatkan kalian cepat-cepatlah pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi karena arwah penunggu villa ini tidak suka dengan kedatangan kalian."

◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎
     Selepas magrib, mobil yang menjemput kami sudah tiba di depan villa. Listya sudah kembali seperti awal mulanya. Rasa takut masih menyelimuti kami berempat. Pengalaman tersebut tidak akan pernah kami lupakan sampai kapan pun. Sebelum masuk ke dalam mobil, kami sepakat untuk memberi salam perpisahan "Afsheif, we zullen je nooit vergeten" ucap kami bersamaan yang artinya selamat tinggal, kami takkan pernah melupakanmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SAHABAT

TUJUAN HIDUP